Keutamaan Berilmu
KITAB ILMU
Keutamaan Berilmu.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ [المجادلة: ١١]
” …Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. [Al-Mujadilah/58: 11]
Dari Abu Umamah al-Bahili Radhiyallahu anhu berkata, diceritakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dua orang laki-laki, salah satunya adalah ahli ibadah dan yang lain adalah seorang yang berilmu, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كََفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ
“Keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas yang terendah darimu“.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَمَوَاتِ وَاْلأَرَضِيْنَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِى حُجْرِهَا وَحَتَّى الْحُوْتَ لَيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala, malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, bahkan semut di dalam lobangnya sampai ikanpun berdo’a bagi orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” HR. at-Tirmidzi.[1]
Keutamaan Menuntut Ilmu dan Menuntutnya Sebelum Mengajarkan dan Beramal Denganya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مُتَقَلَّبَكُمۡ وَمَثۡوَىٰكُمۡ [محمد : ١٩]
“Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal”. [Muhammad/47: 19]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَقُل رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡمٗا [طه: ١١٤]
“Dan Katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” [Thaaha/20: 114]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Dan barangsiapa yang menjalani satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan baginya jalan menuju surga.” HR. Muslim.[2]
Keutaman Orang yang Menyeru Kepada Petunjuk.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْل ُأُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ, لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا, وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا.
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, niscaya ia mendapat pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, dan tidak mengurangi sedikitpun dari pahala mereka. dan barangsiapa yang mengajaka kepada kesesatan, niscaya ia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak mengurangi sedikitpun dari dosa mereka.’ HR. Muslim.
Kewajiban Menyampaikan Ilmu.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
هَٰذَا بَلَٰغٞ لِّلنَّاسِ وَلِيُنذَرُواْ بِهِۦ وَلِيَعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا هُوَ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞ وَلِيَذَّكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ [ابراهيم: ٥٢]
“(Al Quran) Ini adalah penjelasan yang Sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran”. [Ibrahim/14: 52]
Dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, di saat haji waja`, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لِيُبَلِّغَ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ, فَإِنَّ الشَّاهِدَ عَسَى أَنْ يُبَلِّّغَ مَنْ هُوَ أَوْعَى لَهُ مِنْهُ
“Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir, karena sesungguhnya orang yang hadir barangkali menyampaikan kepada orang yang lebih paham darinya.” Muttafaqun ‘alaih.[3]
Dari Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘
بَلِّغُوْا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Sampaikanlah dariku, seklipun hanya satu ayat…”. HR. al-Bukhari.[4]
Hukuman Bagi yang Menyembunyikan Ilmu.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكۡتُمُونَ مَآ أَنزَلۡنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلۡهُدَىٰ مِنۢ بَعۡدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أُوْلَٰٓئِكَ يَلۡعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلۡعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ ١٥٩ إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ وَأَصۡلَحُواْ وَبَيَّنُواْ فَأُوْلَٰٓئِكَ أَتُوبُ عَلَيۡهِمۡ وَأَنَا ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ [البقرة: ١٥٩، ١٦٠]
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam Al kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela’nati, Kecuali mereka yang Telah Taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), Maka terhadap mereka Itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah yang Maha menerima Taubat lagi Maha Penyayang. [Al-Baqarah/2: 159-160]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang ditanya tentang ilmu, lalu ia menyembunyikannya, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengekangnya dengan tali kekang dari neraka di hari kiamat.” HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi.[5]
Hukuman Orang yang Menuntut Ilmu Bukan Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهَ اللهِ عَزَّ وَجَلّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Barangsiapa yang menuntut ilmu yang diharuskan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan harta benda dunia, niscaya ia tidak mendapatkan aroma surga di hari kiamat.” HR. Abu Daud dan Ibnu Majah.[6]
Dari Ka’ab bin Malik Radhiyallahu anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللهُ النَّارُ
“Barangsiapa yang menuntut ilmu bertujuan untuk mengalahkan para ulama atau untuk membantah orang-orang bodoh, atau untuk memalingkan pandangan manusia kepadanya, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkannya ke dalam neraka.” HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.[7]
Hukuman Berdusta Terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّنِ ٱفۡتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبٗا لِّيُضِلَّ ٱلنَّاسَ بِغَيۡرِ عِلۡمٍۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ [الانعام: ١٤٤]
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan ?” Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. [Al-An’aam/6: 144]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَا تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلۡسِنَتُكُمُ ٱلۡكَذِبَ هَٰذَا حَلَٰلٞ وَهَٰذَا حَرَامٞ لِّتَفۡتَرُواْ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ لَا يُفۡلِحُونَ ١١٦ مَتَٰعٞ قَلِيلٞ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ [النحل: ١١٦، ١١٧]
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan Ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih”. [An-Nahl/16: 116-117].
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِْدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang berbohong terhadapku secara sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka.” Muttafaqun ‘alaih.[8]
Keutamaan Orang yang Berilmu dan Mengajarkannya.
Firman Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَٰكِن كُونُواْ رَبَّٰنِيِّۧنَ بِمَا كُنتُمۡ تُعَلِّمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمۡ تَدۡرُسُونَ [ال عمران: ٧٩]
“Akan tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”. [Ali ‘Imran/3: 79]
Dari Abu Musa Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
عن أبي موسى رضي الله عنه عن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «مَثَلُ مَا بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ مِنَ الهُدَى وَالعِلْمِ كَمَثَلِ الغَيْثِ الكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضاً، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ المَاءَ فَأَنْبَتَتِ الكَلأَ وَالعُشْبَ الكَثِيرَ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ المَاءَ فَنَفَعَ اللهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا، وَسَقَوْا وَزَرَعُوا، وَأَصَابَ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لا تُمْسِكُ مَاءً وَلا تُنْبِتُ كَلأً، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْساً وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ». متفق عليه
Perumpamaan ilmu dan petunjuk yang Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusku dengannya yaitu seperti air melimpah yang tercurah ke bumi. Maka di antara bumi itu ada yang bersih, menerima air lalu menumbuhkan rerumputan yang banyak dengannya. Dan ada di antaranya ada yang gersang yang mampu menahan air, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan manfaat kepada manusia dengannya, lalu mereka meminum, menyirami tanaman dan bertani dengannya. Dan ada bagian air yang menimpa bagian lain dari bumi, dia adalah permukaan yang lereng, yang tidak bisa menahan (menyimpan) air dan tidak bisa menumbuhkan rerumputan. Maka itulah perumpamaan orang yang mengerti tentang agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memberi manfaat kepadanya risalah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutusku dengannya, lalu ia mengetahui dan mengajarkan. Dan perumpamaan orang yang tidak perduli terhadap hal itu dan tidak mau menerima petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang aku diutus dengannya.” Muttafaqun ‘alaih.[9]
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ, وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh dengki kecuali kepada pada dua orang: Seseorang yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala harta, lalu ia menyalurkannya di dalam kebenaran, dan seseorang yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hikmah (ilmu), dan ia memutuskan hukum dengannya dan mengajarkannya.” Muttafaqun ‘alaih.[10]
Cara Diangkat dan Diambilnya Ilmu.
- Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata: Maukah kalian aku ceritakan satu hadits yang pernah aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang tidak ada seorangpun yang menceritakannya kepadamu setelahku, yang pernah mendengarnya dari beliau:
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ وَيَفْشُوَ الزِّنَى وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَذْهَبَ الرِّجَالُ وَتَبْقَى النِّسَاءُ حَتَّى يَكُوْنَ لِخَمْسِيْنَ امْرَأَةً قَيِّمٌ وَاحِدٌ.
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari kiamat: diangkatnya ilmu, nampaknya kebodohan, tersebarnya perzinahan, diminumnya arak, berkurangnya para laki-laki, dan tersisalah para wanita, sehingga bagi lima puluh orang perempuan hanya ada seorang (laki-laki) sebagai penanggung jawab.” Muttafaqun ‘alaih.[11]
- Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إَنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاء,ِحَتىّ إِذَا لمَ ْيَبْقَ عَالِمٌ اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوْا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوْا.
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengambil ilmu secara langsung yang diambilnya dari seorang hamba, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengambil ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga apabila tidak ada lagi orang yang berilmu, manusia memilih para pemimpin yang bodoh, maka mereka ditanya lalu memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.” Muttafaqun ‘alaih.[12]
Keutamaan Paham di Dalam Agama.
- Dari Humaid bin Abdurrahman Radhiyallahu anhu sesungguhnya ia mendengar Mu’awiyah Radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَاللهُ الْمُعْطِي وَأَنَا الْقَاسِمُ وَلاَ تَزَالُ هذِهِ الأُمَّةُ ظَاهِرِيْنَ عَلَى مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى َيأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ ظَاهِرُوْنَ.
“Barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki kebaikan baginya, niscaya Dia memberinya kepahaman dalam agama, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberi dan akulah yang membagi. Dan senantiasa umat ini nampak (menang) terhadap orang yang menyalahi mereka sampai datang perkara Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mereka tetap nampak (menang).” Muttafaqun ‘alaih.[13]
- Dari Utsman Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang mempelajari al-Qur`an dan mengajarkannya.” HR. al-Bukhari.[14]
Keutamaan Majelis Dzikir.
Di dunia ini ada dua taman surga, salah satunya tetap dan yang lain selalu berganti pada setiap waktu dan tempat.
- Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِيْ رَوْضَةٌُ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ, وَمِنْبَرِيْ عَلَى حَوْضِي
“Tempat di antara rumahku dan minbarku adalah satu taman dari taman-taman surga, dan minbarku di atas telagaku.” Muttafaqun ‘alaih.[15]
- Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا. قَالُوْا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ.
“Apabila kamu melewati taman-taman surga, maka bersenang-senanglah’ Mereka bertanya, ‘Apakah taman-taman surga itu? Beliau menjawab, ‘Majelis-majelis dzikir.’ HR. Ahmad dan at-Tirmidzi.[16]
- Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dan Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, sesungguhnya keduanya menyaksikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ عَزّ وجل إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السّكِيْنَةُ وَ ذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum duduk-duduk untuk mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, melainkan mereka dikelilingi para malaikat, diliputi rahmat, dan turunlah ketenangan kepada mereka, serta Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya. HR. Muslim.[17]
Adab Menuntut Ilmu.
- Ilmu adalah ibadah, dan ibadah mempunyai dua syarat: yaitu ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para ulama adalah pewaris para nabi, dan ilmu terdiri dari beberapa bagian: yang tertinggi, yang paling mulia dan yang paling bersih adalah ilmu yang dibawa oleh para nabi dan rasul, berupa ilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, asma-Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya, agama-Nya, dan syari’at-Nya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مُتَقَلَّبَكُمۡ وَمَثۡوَىٰكُمۡ [محمد : ١٩]
Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. [Muhammad/47: 19]
- Dan ilmu mempunyai beberapa adab, di antaranya yang berkaitan dengan pengajar (guru, ustadz), pelajar (santri), dan ini adalah sebagian darinya:
[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Tauhid dan keimanan التوحيد والإيمان ). Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan B imbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Shahih/ HR. at-Tirmidzi no. 2685, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2161
[2] HR. Muslim no. 2699
[3] HR. al-Bukhari no. 67, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1679.
[4] HR. al-Bukhari no. 3461
[5] Hasan Shahih HR. Abu Daud no. 3658, Shahih Sunan Abu Daud
[6] Shahih Abu Daud no. 3664, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan Abu Daud, dan Ibnu Majah no. 252, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 204.
[7] Hasan HR. at-Tirmidzi no 2654, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan at-Tirmidzi no 2138, dan Ibnu Majah no. 253, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 205..
[8] HR. al-Bukhari no. 110, dan Muslim no. 3, ini adalah lafazhnya.
[9] HR. al-Bukhari no. 79, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 2282.
[10] HR. al-Bukhari no. 73, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 816
[11] HR. al-Bukhari no. 81, dan Muslim no. 2671, ini adalah lafazhnya.
[12] HR. al-Bukhari no. 100, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 2673.
[13] HR. al-Bukhari no. 3116, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1037.
[14] HR. al-Bukhari no. 5027
[15] HR. al-Bukhari no. 1196, dan Muslim no. 1391
[16] Hasan HR. Ahmad no. 12551, lihat as-Silsilah ash-Shahihah no. 2562, dan at-Tirmidzi no. 3510, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2787.
[17] HR. Muslim no. 2700
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/83951-keutamaan-berilmu.html